Kamis, 20 Maret 2014

diam itu sakit.

Ketika sebuah pertemuan, merupakan awal dari munculnya perasaan. Ketika sebuah pertemuan, merupakan titik awal perasaan suka ataupun sayang.
Dan ketika sebuah pertemuan, merupakan dasar dari harapan dan rindu yang menghujam.  

Apakah itu semua akan disesali ketika perasaan tersebut tak ada pada dirinya?
Apakah itu semua akan terus kamu pikirkan dalam diam tanpa dia merasakan?
Apakah itu semua akan berubah menjadi air mata yang tak berarti baginya?  

Sebagian manusia, akan mengatakan 'iya'. 
Hal seperti itu bak makanan yang menjadi kebutuhan primer manusia.
Entah kita dimainkan oleh otak ataupun hati.
Tapi, sewajarnya ketika kita merasakan hal seperti itu, kebanyakan mereka lebih memilih diam daripada berkata mengakibatkan semua berubah tak sesuai yg diharapkan.
Tapi, diam pun bukan berarti kita baik-baik saja bukan?
Diam itu karena takut.  
Diam itu karena malu.
Diam itu karena kamu tahu bahwa dia tak sejalan denganmu.

 
Dan diam itu karena dia tak mempunyai harapan untuk menjadi milikmu.
 
Setiap manusia mempunyai hak untuk berbicara.
Wanita, pria semua mempunyai hak.
Jaman sekarang bukan masalah gengsi atau tidaknya.
Tapi, masalah kamu mau seperti ini terus? keterpurukan diatas kesenangannya?
Karena dia tak mengerti apa yg kamu rasakan. 


Ketika mulai jenuh, sampai kapan kamu menyimpan perasaan itu? yang terkubur entah berapa kilometer diatas permukaan hatimu.
Sampai dia tahu dengan sendirinya?
Mimpi; dia bukan peramal, dia hanya manusia biasa. 


Tak ada yang salah siapa yang memulai.
Mengungkapkan hak setia manusia, bukan kewajiban seorang pria.