Kamis, 05 Juni 2014

Maaf, aku egois.

Sudah H+9 pengumuman itu.
Iya, aku sudah mulai bangkit dari segala keterpurukan, kesedihan bahkan aku mulai belajar bersyukur.

Berat? Awalnya, aku ga yakin bisa bersyukur, tapi, Tuhan baik. Hingga sekarang, aku masih mampu berdiri tegak, mempersiapkan senjata dan mengibarkan bendera lagi, untuk berperang. Subhanallah.

Tapi, terkadang pikiran-pikiran jail itu datang.
‘enak ya jadi mereka, yang lolos, udah dapet kuliahan. Udah lega, tenang, duduk santai. Enak ya..’

Hahahaha, maaf kalau aku iri. Lebih tepatnya, aku hanya ‘berkeinginan’ seperti mereka. Suatu saat nanti.

Terkadang, sesekali aku menangis (lagi). Bukan, bukan aku sedih. Tapi, aku sedang berdoa pada Tuhan.

Tuhan, mungkin aku tidak sepintar mereka.
Mungkin aku tidak sepandai mereka.
Mungkin aku tidak seberuntung mereka.
Aku hanya hamba-Mu yang ingin membahagiakan kedua orang tua.
Melihat mereka senyum (nanti) aku sudah cukup lega, Tuhan.
Tuhan, aku percaya akan kuasa-Mu.
Aku percaya semua mukjizat-Mu.
Dan aku percaya, Engkau akan mengabulkan doa hamba-hamba Mu.
Aku ingin seperti mereka Tuhan.
Aku ingin..

Kurang lebih, doa itu yang sering aku panjatkan. Iya, kali ini, mungkin bisa dibilang aku ‘cari aman’.

Tuhan, kuatkan aku..

Ketika aku mendapatkan sebuah pesan singkat dari seorang guruku, isinya gini, ”yang sabar ya, ibu itu lebih tau apa yg terbaik untukmu..”
Aku berpikir. Aku merenung.
Yah, itu benar sekali. Benar.

Maaf, aku egois.
Andai saja waktu itu aku mengikuti apa kata mereka, mungkin sekarang mereka tenang. Dan aku…
Yah, aku mencoba berbesar hati menerima semuanya.

Maaf, aku egois.
Andai saja bisa kuputar waktu, aku akan mengikuti semua keinginan mereka. Mungkin, sekarang mereka tidak harus mengeluarkan banyak biaya. Dan aku…
Yah, aku mencoba bersyukur dengan segala yang ada, meskipun berat (sekali).

Maaf, aku egois.

Tapi, bolehkan anak perempuan ini mengejar mimpi?
Bolehkan anak perempuan ini menata masa depannya sendiri?
Bolehkan?

Iya, satu mimpiku, kuliah di tempat-yang-susah-didapat itu.

Hingga akhirnya, mereka yang berbesar hati menerima ke-egois-anku.
Hingga akhirnya, mereka yang dengan berat hati, membiarkan aku mengejar mimpi-yang-sangat-tinggi itu.

Dan, sekarang? Air mata yg keluar.
Bukan, bukan air mata bahagia. Tapi, air mata sedih, anak perempuan pertamanya ini belum mendapatkan tempat tujuan dimana ia akan melanjutkan sekolahnya.

Hahahahaha cukup. cukup sekali aku mengecewakan. Dan engga, untuk kedua kalinya.
Aamiin.

Saat ini, aku sudah mulai fokus sbmptn dan.. yah, SIMAK.
Iya, aku masih tetap memilih tempat itu. Dan malah mama yang berat awalnya, sekarang sangat amat peduli pada saat aku bercerita tentang bagaimana pendaftarannya, tempat tes nya dimana dan karena itu semangatku mulai terisi kembali.

Tapi, hati bergejolak lagi. Memang benar aku masih memilih tempat yg sama, tapi, engga buat program studinya.

Aku trauma. Aku sudah terlalu pesimis untuk mengejar passion. Aku sudah menyerah dulu, sebelum perang dimulai.

Maaf, lagi-lagi aku egois.

“Kuliah 4 tahun kak, kalo ga sesuai passion gimana? Sulit kan?”
“Kamu yakin milih itu?”
“Kenapa ga milih ini aja?”
Pertanyaan ironi, yang mungkin harus siap aku dapatkan.

Iya, alasan ku hanya satu, cukup sekali aku mengecewakan orang-orang disekitarku. Cukup sekali.
Aku memilih tempat itu lagi aja, rasanya ketampar, “ga kapok? Masih berani? Ga takut? Kok ambisius banget?”

Hah. Aku tahu segala pertimbangan dan resiko apa yang akan terjadi (nanti), ketika aku lari dan menjauh dari passion-ku sendiri. Aku siap dengan semua itu. Meskipun terkadang dalam hati, “kamu yakin, fit? Beneran kesana? Bisa? Mampu?” 

Mungkin kalian mengira, aku cuma ingin ditempat itu. Iya, memang bener.
Aku tahu yg terbaik ga Cuma disitu aja. Aku tahu. Masih banyak kok yg lain.

Aku seorang pemimpi, kawan. 

Aku tahu, apa yang aku harapkan, belum tentu Tuhan kabulkan.
Aku tahu juga, ga selamanya harapan-ku itu tercapai.
Aku tahu itu semua. Aku sudah memikirkan semua itu, jikalau nanti memang yang terbaik buat aku tidak seperti yang diharapkan.
Aku percaya kuasa Tuhan. Aku percaya.

Maaf dengan segala ke-egois-anku.
Maaf, Ma.. Maaf, Pak. Maaf, aku hanya memikirkan, bagaimana mimpiku bisa tercapai.

Aku berharap yg terbaik, suatu saat nanti, kalian memberikan senyum bahagia ketika mimpiku tercapai. Aamiin. Bahkan kalian akan lebih bahagia dari yang kalian harapkan. Aku janji.

Hahaha nulis beginian, di sela-sela refreshing belajar. Yaudah. Lanjut belajar lagi! Bye!